Minggu, 19 Juni 2016

Waktu dan Tempat yang Baik untuk Bershalawat




Shalawat atas Nabi Saw. disyariatkan pada waktu-waktu, tempat-tempat, dan keadaan-
keadaan tertentu. Hal ini telah dibicarakan panjang lebar oleh Ibn Al-Qayyim di dalam kitab
Jalâ u al-Afhâm fî Fadhli al-Shalâti wa al-Salâmi alâ Muhammad Khayr al-Anâm, Syaikh Islam Quthbuddin al-Haydhari al-Syâfii di dalam kitab Al-Liwâ al-Muallim bi Mawâthin al-Shalâh alâ al-Nabî Saw., Al-Hâfizh Al-Sakhâwi di dalam kitab Al-Qawl al-Badî, dan Al-Qasthallânî di dalam kitab Masâlik al-Hunafâ. Al-Khâtib di dalam kitab Syarh al-Minhâj, dan yang lainnya, berkata:
Disunnahkan memperbanyak membaca Surah Al-Kahfi dan shalawat atas Nabi Saw. pada hari
Jumat dan malam Jumat; paling sedikit, untuk yang pertama tiga kali dan untuk yang kedua tiga
ratus kali. Sementaraa itu, telah sah riwayat yang bersumber dari Imam Al-Syâfii r.a., yang mengatakan bahwa, barang-siapa yang membaca Surah Al- Kahfi pada hari Jumat, ia akan diterangi oleh cahaya yang ada di antara dua Jumat.
Diriwayatkan pula bahwa barangsiapa yang membaca Surah Al-Kahfi pada malam Jumat, ia akan diterangi oleh suatu cahaya antara dirinya dan Kabah. Membaca Surah Al-Kahfi di waktu siang lebih di-utamakan, dan lebih utama lagi bila ia dibaca sesudah selesai mengerjakan salat
subuh, guna menyegerakan berbuat baik sebisa-bisanya.
Hikmah diperintahkannya membaca Surah Al- Kahfi pada hari Jumat adalah karena didalam
Surah itu Allah menggambarkan suasana Hari Kiamat, sementara hari Jumat mirip dengan Hari Kiamat, karena orang banyak berkumpul untuk melaksanakan salat bersama-sama; juga karena Hari Kiamat itu terjadi pada hari Jumat, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab Shahih-nya.
Ramli mengatakan bahwa anjuran supaya memperbanyak pembacaan shalawat pada malam dan hari Jumat itu didasarkan pada hadis yang berbunyi, Sesungguhnya hari kalian yang paling utama adalah hari Jumat. Oleh karena itu, perbanyaklah kalian membaca shalawat atasku, sebab shalawat yang kalian baca itu diperlihatkan kepadaku.
Nabi Saw. bersabda, Sesungguhnya semua amal itu diangkat pada hari Senin dan hari Kamis.
Oleh karena itu, aku berhasrat agar amalku diangkat sementara aku dalam keadaan berpuasa.

Tentang hadis di atas, Al-Manawi, di dalam kitab
Syarh Al-Jamî al-Shghîr; permulaan jilid III,
Berkata, Disyariatkan berkumpul untuk membaca shalawat atas Nabi Saw. pada malam Jumat dan malam Senin, sebagaimana yang dikerjakan di masjid Jami Al-Azhar dan disuarakan dengan suara yang keras.
Dikatakan bahwa shalawat atas Nabi Saw. itu
sudah mencakup doa di dalamnya.
Ibn Marzûq berkata, Malam Jumat lebih utama dan malam Qadar.
Jamâl kembali menyatakan bahwa disunnahkan
membaca Surah Ali Imrân atas dasar hadis,
Barangsiapa yang membaca Surah Ali Imrân
pada hari Jumat, niscaya dosa-dosanya ikut terbenam dengan tenggelamnya matahari pada
hari itu.
Hikmahnya, kata Jamâl, adalah karena Allah menyebutkan di dalam surah itu penciptaan Nabi
Adam a.s., sedangkan Adam a.s. diciptakan pada hari Jumat.
Disunnahkan juga membaca Surah Hûd dan Hâ Mîm Dukhân. Namun, bagi mereka yang hanya ingin memilih salah satu dari surah-surah yang disebutkan di atas, hendaklah ia memilih Surah Al-Kahfi karena banyaknya hadis yang meriwayatkannya Adapun hadis-hadis lain yang menjelaskan waktu-waktu tertentu untuk membaca shalawat

sebagai berikut:
Pertama, sesudah adzan. Rersabda Rasulullâh Saw.
Artinya: Apabila kamu mendengar muadzin membacakan adzan, sambutlah ucapannya. Sesudah selesai menyambut adzan, maka bershalawatlah kamu untukku.(HR. Muslim)
Nabi Saw. bersabda:
Artinya: Apabila kamu mendengar seorang muadzin (tukang membaca adzan itu) bacalah
(sambutlah bacaan adzan itu) seperti yang dibacakan olehnya. Kemudian (sesudah selesai
adzan dibacakan), bershalawatlah kamu kepadaku. Sebenarnya barangsiapa bershalawat
kepadaku dengan suatu shalawat, niscaya Allah bershalawat ke-padanya dengan sepuluh shalawat. Sesudah itu mohonlah kepada Allah wasilah untukku. Wasilah itu suatu ke-dudukan
yang paling tinggi dalam syurga. Tidak dapat diperoleh, melainkan oleh seorang saja dari
hamba-hamba Allah. Aku berharap semoga akulah yang mendapat ke-dudukan itu. Karena itu
barang siapa memohonkan wasilah untukku, wajiblah baginya syafaatku. (HR. Muslim).

Kedua, ketika hendak masuk ke dalam mesjid dan ketika hendak keluar daripadanya.Bersahda Rasulullah Saw.: Artinya: Apabila seseorang kamu masuk ke dalam mesjid, maka hendaklah ia membaca
salam kepadaku (membaca selwat dan salam). Sesudah itu hendaklah ia membaca:
Allâhummaftah lî Abwâba Rahmatika (Wahai Tuhanku, bukakanlah untukku segala pintu rahmatmu). Dan apabila ia hendak keluar, hendaklah ia membaca (sesudah bershalawat):
Allâhumma Innî As aluka min Fadhlika. (Wahai Tuhanku, aku memohon kepada-Mu limpahan
rahmat-Mu). (HR. Abû Dâud). Diberitakan oleh Ibn Al-Sunnî, bahwa Rasulullah
apabila masuk ke dalam mesiid. maka beliau
membaca:
Artinya: Dengan nama Allah wahai tuhanku, berilah kebesaran kepada Muhammad.
Dan apabila beliau hendak keluar dari mesiid, maka beliau membaca

Ketiga, sudah membaca tasyahhud di
dalam tasyahhud akhir. Telah ditahqikkan oleh Al-Imâm Ibn Al-Qayyim dalam Jalâu al-Afhâm, bahwa madzhab yang haq dalam soal bershalawat dalam tasyahhud yang akhir, ialah madzhab Al-Syâfii. Yaitu mewajibkan shalawat kepada Nabi di dalamnya.
Al-Imam Ibn Al-Qayyim berpendapat, bahwa shalawat itu dituntut juga di dalam tasyahhud
yang pertama, walaupun tidak sekeras tuntutan seperti di dalam tasyahhud yang akhir.
Bersabda Rasulullah Saw.: Artinya: Apabila salah seorang kamu bertasayahhud di dalam sembahyang, maka hendaklah ia mengucapkan: Allâhumma Shallialâ Muhammadin wa alâ Âli Muham-madin, Kamâ Shallayta wa Bârakta wa Tarahamta alâ Ibrâhîm wa Âli Ibrâhîm, Innaka Hamîdun Majîd. (HR. Al-Baihaqî ).

Keempat, di dalam sembahyang jenazah.Berkata Al-Syâfii di dalam Al-Musnad: Sunnah Nabi Saw. di dalam melaksanakan sembahyang jenazah ialah, bertakbir pada permulaannya, sesudah itu membaca Al-Fâtihah dengan tidak mengeraskan suara, kemudian sesudah takbir kedua membaca shalawat, sesudah bershalawat bertakbir lagi, takbir yang ketiga. Sesudah takbir yang ketiga ini membaca doa dengan sepenuh keikhlasan untuk jenazah itu. Dalam sembahyang jenazah tidak dibacakan surah (ayat-ayat Al-Quran). Sesudah itu bertakbir dan lalu memberi salam dengan suara yang tidak dikeraskan.

Kelima, diantara takbir-takbir sembahyang hari-raya. Berkata para ulama: Disukai kita membaca di antara takbir-takbir sembahyang hari-raya: Artinya: Saya akui kesucian Allah, segala puji dan sanjung kepunyaan Allah juga. Tak ada Tuhan yang seebenarnya berhak disembah, melainkan Allah senndiri-Nya dan Allah itu Maha Besar. Ya Allah, wahai Tuhanku, muliakan oleh-Mu akan Muhammad dan akan keluarganya, Ya Allah, Wahai Tuhanku, ampuniah akan aku dan beri rahmatlah kepadaku.

Keenam, di permulaan doa dan di
akhirnya.
Bersabda Rasulullah Saw.:
Artinya:Bahwasannya doa itu berhenti antara
langit dan bumi, tiada naik, barang sedikit juga
daripadanya sehingga engkau bershalawat
kepada Nabi engkau. (HR. Al-Turmudzî).
Fadlalah Ibn Ubadi berkata: Bahwasanya Rasulullah Saw. mendengar seorang laki-laki
langsung berdoa dalam sembahyang (yakni dalam duduk tahiyat sesudah membaca
tasyahhud), sebelum ia bershalawat. Maka Rasulullah berkata kepada orang yang di sisinya:
Orang ini telah bergesa-gesa. Sesudah orang itu selesai sembahyang, Nabipun memanggil lalu
mengatakan kepada-nya: Apabila bersembahyang seseorang kamu dan hendak berdoa di dalamnya, hendaklah ia memulai doanya dengan memuji Allah dan membesarkan-Nya. Sesudah itu bershalawat kepada Nabi Sesudah bershalawat,
barulah mendoa memohon sesuatu yang
dihajati. (HR. Abû Dâud dan Al-Nasâi).
Telah mufakat semua ulama, bahwa amat disukai memulai doa dengan memuji Allah (membaca Alhamdulillah). Di dalam sembahyang, maka tasyahhud adalah menggantikan kalimah puji (hamdalah). Sesudah memuji Tuhan bershalawat.
Demikian pula halnya ketika mengakhiri doa. Amat disukai kita mengakhirinya dengan
shalawat dan memuji Allah.

Ketujuh, ketika hendak memulai sesuatu urusan penting dan berharga. Diberitakan oleh Abû Hurairah, bahwa Nabi Saw. bersabda: Artinya: Tiap-tiap urusan penting yang berarti
dan berharga yang tidak dimulai dengan hamdalah dan shalawat, maka urusan itu hilang berkatnya.(HR. Al-Rahawî). Pengarang Syarah Dalâil, menukil pernyataan
yang diberikan oleh Qâdhi Iyâdh di dalam kitabnya Al-Syifâ’–mengatakan bahwa maksud
pembacaan shalawat dalam pembukaan segala sesuatu itu adalah untuk bertabaruk (memohon
berkah), sesuai dengan sabda Nabi Saw., Setiap perbuatan penting yang tidak dimulai dengan
menyebut nama Allah dan bershalawat kepadaku niscaya kurang sempurna.
Juga didasarkan atas firman Allah Swt. di dalam surah Al-Insyirah ayat 4, yang berbunyi:
Artinya: Kami meninggikan bagimu sebutan (nama)-Mu. (OS. Al-Insyirah:4).
Tentang maksud ayat ini, sebagian ahli hadis meriwayatkan sebuah hadis dari salah seorang
sahabat, yakni Abû Sad r.a., bahwa makna ayat tersebut adalah, Tidaklah Aku (Allah) disebut,
melainkan engkau (Muhammad) pun disebut pula hersama-Ku.
Memenuhi sebagian hak Rasulullah Saw., sebab beliau adalah perantara antara Allah Saw. Dan hamba-hamba-Nya. Semua nikmat yang diterima oleh mereka -termasuk nikmat terbesar berupa
hidayah kepada Islam- adalah dengan perantara
dan melalui Rasulullah Saw.
Di dalam salah satu hadis, Rasulullah Saw. Bersabda, Belumlah bersyukur kepada Allah orang yang tidak ber-terima kasih kepada manusia.Memelihara perintah Allah Swt. yang
dituangkannya di dalam firman-Nya yangberbunyi:
Artinya: Hai orang-orang yang Beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi, dan
ucapkanlah salampenghormatan kepadanya.(QS. Al-Ahzâb: 33).

Kedelapan, di akhir qunut
Diriwayatkan oleh Al-Nasâi, bahwa disukai kita mengakhiri qunut dengan shalawat. Tegasnya,
disukai supaya kita bershalawat di akhir Qunut dengan kalimah:
Artinya: Dan mudah-mudahan Allah melimpahkan shalawat-Nya atas Muhammad.

Kesembilan, di malam dan hari Jumat. Bersabda Rasulullah Saw. :
Artinya: Banyakkanlah olehmu membaca shalawat di malam hari Jumat dan siangnya
karena shalawat itu dtkemukakan kepadaku.
(HR. Al-Thabrânî).
Dan sabdanya pula; Artinya: Banyakkanlah olehmu shalawat kepada-ku, karena shalawaatmu itu akan menjadi cahaya bagimu pada hari qiyamat. (HR Al-Thrmudzî dan Abû Dâud).
Al-Ustâdz Mahmûd Sâmi dalam karyanya
Mukhtashar fi Maânî Asmâ Allah al-Husnâ, bâbu al-Shalâh alâ al-Nabi, menceritakan Umarbin Abdul Azîz r.a. pernah menulis,
sebarkanlah ilmu pada hari Jumat, sebab bencana ilmu itu adalah lupa. Perbanyaklah pula
kalian membaca shalawat atas Nabi Saw. pada
hari jumat.
Sementara Imam Al-Syâfii r.a. Berkata, Aku suka memperbanyak membaca shalawat dalam
setiap keadaan. Namun, pada malam dan hari Jumat lebih aku sukai, karena ia merupakan hari
yang paling baik.
Kesepuluh, di dalam khutbbah. Menurut madzhab Al-Syâfii, para khatib wajib
membaca shalawat untuk Nabi Saw. Pada permulaan khuthbah, sesudah membaca tahmid.
Ibnu Katsîr herkata: demikianlah madzhab Al- Syâfii dan Ahmad.

Kesebelas, ketika berziarah ke kubur Nabi Saw.
Bersabda Nabi Saw.
Artinya: Tidak ada seorangpun di antara kamu yang memberikan salamnya kepadaku yakni di
sisi kuburku, melainkan Allah mengembalikan kepadaku ruhku untuk mniawab salamnya itu.
(HR. Abû Dâud).

Kedua belas, sesudah bertalbiyah. Berkata Muhammad Ibn Al-Qasim:
Artinya: Memang disuruh seseorang membaca shalawat kepada nabi apabila dia telah selesai
membaca talbiyahnya dalam segala keadaan.
(HR. Al-Syâfii dan Al-Dâruquthnî).

 Ketiga belas, ketika telinga mendenging. Bersabda Rasulullah Saw :
Artinya: Apabila mendenging telinga salah seorang di antaramu, maka hedaklah la mengingat dan bershalawat kepadaku. (HR. IbnAl-Sunî)

Keempat belas, tiap-tiap mengadakan
majlis. Bersabda Ralulullah Saw :
Artinya: Tidak duduk sesuatu kaum di dalam sesuatu majlis, sedang mereka tidak menyebut akan Allah dan tidak betshalawat kepda Nabinya, melainkan menderita kekuranganlah maka jika
Allah mmghendaki niscaya Allah akan mengazab mereka dan jika Allah menghendaki, niscaya
akan mengampuni mereka. (HR. Al-Thrmudzî Abû Dâud).

Kelima belas, di kala tertimpa kesusahan dan kegundahan. Diberitakan oleh Ubay Ibn Kaab, bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Saw. ujarnya: Ya Rasulallah, bagaimana pendapat engkau sekiranya saya jadikan shalawat saya untuk engkau semua?
Rasulullah Saw. menjawab :
Kalau demikian Allah akan memelihara engkau dari segala yang membimbangkan engkau, baik mengenai dunia, maupun mengenai akhirat engkau. (HR. Ahmad).

Keenam belas, tiap-tiap waktu pagi dan petang. Bersabda Rasululullah Saw:
Artinya: Barangsiapa bershalawat kepadaku waktu pagi sepuluh kali waktu petang sepuluh
kali, maka ia akan mendapat syafaatku di hari qiamat, (HR. Al-Thabarî).

Ketujuh belas, waktu berjumpa dengan para shahabat, handai dan tolan. Besabda Rasulullah Saw :Artinya: Tidak ada dua orang hamba yang berkasih-kasihan karena Allah, apabila berjumpa salah seorang dengan yang lainnya lalu berjabatan tangan dan bershalawat kepada Nabi Saw., melainkan Allah mengampuni dosanya sebelum mereka berpisah, baik yang telah lalumaupun yang akan datang. (HR Ibn Al-Sunnî).

Kedelapan belas. ketika Orang menyebut
nama Rasulullah Saw.: Artinya: Orang yang kikir ialah: Orang yang tidak mau bershalawat ketika orang menyebut namaku di sisinya. (HR. Ahmad).
Inilah delapan belas tempat atau waktu yangditentukan supaya kita bershalawat kepada Nabi,
ketika kita berada pada tempat, waktu atau keadaan itu. Maka marilah kita wahai para pencinta Rasul, bershalawat kepadanya pada tempat-tempat, waktu-waktu dan keadaan-
keadaan tertentu dengan sebaik-baiknya. Kemudian kita perhatikan makna hadis yang tersebut di bawah ini. Bersabdalah RasulullahSaw :
Artinya: Tidak beriman salah seorang kamu,
sehingga la mencintai aku lebih daripada anaknya, ayahnya dan manusia semua.
 (HR. Al-Bukhârî, Muslim, dan Ahmad)
Artinya: Diriwayatkan bahwasanya Umar pernah berkata kepada Rasulullah Saw.: Ya
Rasulullah, sesungguhnya engkau lebih kucintai dari segala sesuatu, kecuali kecintaanku terhadap diriku. Menjawab Nabi: Ya Umar engkau belum lagi mencintai aku sebelum engkau melebihkan cintamu itu daripada kepada dirimu sendiri.
Mendengar itu Umarpun berkata: Demi Allah, engkau ya Muhammd, lebih aku cintai daripada diriku sendiri! Nabi menjawab: barulah sekarang engkau mencintai aku hai Umar. (HR. Ahmad, Bukhârî, dan Muslim).
Sebagai tanda mencintai Rasulllah Saw. itu, ialah: memperbanyak shalawat kepadanya. Dan marilah kita ber-shalawat kepadanya dengan khusyu dan khudlu, terlepas dari riya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar