Tidak Bisa Sholat ‘Ied Karena Demi Kepentingan Umat
“Wah, memang gini nasih dokter
junior, harus jaga rumah sakit, ga bisa ikut sholat ‘iedul fithri dan lebaran
ngumpul bareng keluarga”
“Pangkat saya masih kopral, harus
jaga posko keamanan, lebaran ini saya ga bisa pulang”
“kali ini saya dapat jatah tukang
parkir panitia sholat ‘ied, harus jagain kendaraanr, ga dapat sholat dah”
Beberapa orang memang harus
merelakan tidak bisa ikut beribadah karena mengurusi kepentingan umat. Memang
terasa sedih, karena tidak bisa merayakan salah satu dari dua hari raya islam.
Mungkin sebagian orang berpikir bahwa akan luput dari pahala tersebut akan
tetapi pekerjaan ini sangat mulia, tersimpan didalamnya pahala yang banyak asal
disertai niat yang tulus.
Mungkin perasaan mereka sama dengan
perasaan Ali bin Talib radhiallahu ‘anhu tidak bisa mengikuti perang
Tabuk ketika harus menjadi pengganti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengurusi urusan kaum muslimin di Madinah.
عن
سعد بن أبي وقاص قال خلف رسول الله صلى الله عليه وسلم علي بن أبي طالب في غزوة
تبوك فقال يا رسول الله تخلفني في النساء والصبيان فقال أما ترضى ان تكون مني
بمنزلة هارون من موسى غير انه لا نبي بعدي
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash ia
berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah memberi tugas
kepada ‘Ali bin Abi Thalib saat perang Tabuk (untuk menjaga para wanita dan
anak-anak di rumah). ‘Ali pun berkata, ‘Wahai Rasulullah, engkau hanya
menugasiku untuk menjaga anak-anak dan wanita di rumah ?’. Maka beliau
menjawab,‘Tidakkah engkau ridho mendapatkan kedudukan di sisiku seperti
kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku ?” [HR.
Al-Bukhari no. 4416 dan Muslim no. 2404].
Lihat kemuliaan yang didapat oleh
Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, yang kemulian ini ditulis dibuku-buku
keutamaan para sahabat. Hal ini karena beliau sangat ingin mendapatkan
keutamaan jihad perang tabuk tetapi beliau berkorban untuk kepentingan umum.
Tapi sholat ‘idul fithri kan
hukumnya wajib?
Memang menurut pendapat terkuat
hukumnya adalah wajib, bagi mereka yang tidak bisa ikut sholat ‘ied demi
kepentingan umat hadist berikut menjadi jawabannya. Dari Abu Huroiroh radhiallahu
‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda,
لَقَدْ
هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ الْمُؤَذِّنَ فَيُقِيمَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا يَؤُمُّ النَّاسَ
ثُمَّ آخُذَ شُعَلًا مِنْ نَارٍ فَأُحَرِّقَ عَلَى مَنْ لَا يَخْرُجُ إِلَى
الصَّلَاةِ بَعْدُ
“Sungguh aku sangat ingin
memerintahkan sholat untuk didirikan, lalu aku perintahkan seorang laki-laki
untuk mengimami orang-orang. Kemudian, aku berangkat bersama beberapa orang
laki-laki dengan membawa beberapa ikat kayu bakar kepada orang-orang yang tidak
ikut sholat, lalu aku bakar rumah mereka dengan api tersebut.[HR. Al-Bukhori no.2420, Muslim no.651]
Berkata Ibnu Hajar Al-‘Asqolaniy rahimahullah
menjelaskan hadist ini,
لَيْسَتْ
بِهِمْ عِلَّةٌ دَلَالَةٌ عَلَى أَنَّ الْأَعْذَارَ تُبِيحُ التَّخَلُّفَ عَنِ
الْجَمَاعَةِ وَلَوْ قُلْنَا إِنَّهَا فَرْضٌ وَكَذَا الْجُمُعَةُ وَفِيهِ
الرُّخْصَةُ لِلْإِمَامِ أَوْ نَائِبِهِ فِي تَرْكِ الْجَمَاعَةِ لِأَجْلِ
إِخْرَاجِ مَنْ يَسْتَخْفِي فِي بَيْتِهِ وَيَتْرُكُهَا
“Tidak ada alasan yang menunjukkan
adanya ‘udzur meninggalkan sholat berjama’ah -sendainya kita katakan fardhu-
dan demikian juga sholat jumat, terdapat rukhsoh/keringanan bagi imam atau
wakilnya untuk meninggalkan sholat berjama’ah untuk mengeluarkan orang-orang
yang bersembunyi dirumahnya dan meninggalkan sholat berjama’ah.” [Fathul bari l 2/ 130, Darul Ma’rifah Bierut, Asy-Syamilah]
Jadi boleh meninggalkan seatu
kewajiban demi kepentingan orang banyak dan syari’at, sebagaimana yang dilakukan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam dan beberapa orang yang meninggalkan kewajiban sholat
berjama’ah untuk membakar rumah orang-orang yang tidak menunaikan kewajiban
sholat berjama’ah.
Niat bisa sama dengan pahala
melakukan
Mungkin yang tidak bisa melaksanaan
sholat ‘ied khawatir tidak mendapat pahala sholat ‘ied, maka perhatikan hadist
berikut,
عَنْ
أَبِي كَبْشَةَ الْأَنَّمَارِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّمَا الدُّنْيَا لِأَرْبَعَةِ نَفَرٍ: عَبْدٍ
رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَعِلْمًا فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ وَيَصِلُ فِيهِ
رَحِمَهُ وَيَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَفْضَلِ الْمَنَازِلِ
وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ عِلْمًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالًا فَهُوَ صَادِقُ
النِّيَّةِ يَقُولُ لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ
بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ
Dari Abu Kabsyah Al-Anmari
rodhiyallohu ‘anhu, bahwa dia mendengar Rasululloh sholallohu ‘alaihi wassallam
bersabda: “Sesungguhnya dunia itu untuk 4 orang: Hamba yang Alloh
berikan rizqi kepadanya berupa harta (dari jalan yang halal) dan ilmu (agama
Islam), kemudian dia bertaqwa kepada Robbnya pada rizqi itu (harta dan ilmu),
dia berbuat baik kepada kerabatnya dengan rizqinya, dan dia mengetahui hak bagi
Alloh padanya. Maka hamba ini berada pada kedudukan yang paling utama (di sisi
Alloh). Hamba yang Alloh berikan rizqi kepadanya berupa ilmu, namun Dia
tidak memberikan rizqi berupa harta, dia memiliki niat yang baik. Dia
mengatakan: “Seandainya aku memiliki harta aku akan berbuat seperti
perbuatan Si Fulan (orang pertama yang melakukan kebaikan itu)”. Maka dia
(dibalas) dengan niatnya (yang baik), pahala keduanya (orang pertama dan kedua)
sama. [HR. Tirmidzi, no: 2325; Ibnu Majah, no: 4228; Ahmad 4/230-231,
no: 17570; dll, Dishohihkan Syaikh Al-Albani di dalam Shohih Sunan Ibni Majah,
no: 3406]
Jadi apabila seorang dokter,
perawat, polisi, tentara, satpam dan lain-lain yang tidak bisa melakukan suatu
amalan tertentu dengan niat demi kemaslahatan sya’riat dan kepentingan orang
banyak. Maka ia mendapatkan pahala sebagaimana pahala melaksanakannya.
Wa shallallahu ‘ala nabiyyina
Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in. Walamdulillahi robbil ‘alamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar