Minggu, 19 Juni 2016

Tidak Bisa Sholat ‘Ied Karena Demi Kepentingan Umat



Tidak Bisa Sholat ‘Ied Karena Demi Kepentingan Umat

“Wah, memang gini nasih dokter junior, harus jaga rumah sakit, ga bisa ikut sholat ‘iedul fithri dan lebaran ngumpul bareng keluarga”
“Pangkat saya masih kopral, harus jaga posko keamanan, lebaran ini saya ga bisa pulang”
“kali ini saya dapat jatah tukang parkir panitia sholat ‘ied, harus jagain kendaraanr, ga dapat sholat dah”

Beberapa orang memang harus merelakan tidak bisa ikut beribadah karena mengurusi kepentingan umat. Memang terasa sedih, karena tidak bisa merayakan salah satu dari dua hari raya islam. Mungkin sebagian orang berpikir bahwa akan luput dari pahala tersebut akan tetapi pekerjaan ini sangat mulia, tersimpan didalamnya pahala yang banyak asal disertai niat yang tulus.
Mungkin perasaan mereka sama dengan perasaan Ali bin Talib radhiallahu ‘anhu tidak bisa mengikuti perang Tabuk ketika harus menjadi pengganti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengurusi urusan kaum muslimin di Madinah.
عن سعد بن أبي وقاص قال خلف رسول الله صلى الله عليه وسلم علي بن أبي طالب في غزوة تبوك فقال يا رسول الله تخلفني في النساء والصبيان فقال أما ترضى ان تكون مني بمنزلة هارون من موسى غير انه لا نبي بعدي 
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash ia berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah memberi tugas kepada ‘Ali bin Abi Thalib saat perang Tabuk (untuk menjaga para wanita dan anak-anak di rumah). ‘Ali pun berkata, ‘Wahai Rasulullah, engkau hanya menugasiku untuk menjaga anak-anak dan wanita di rumah ?’. Maka beliau menjawab,‘Tidakkah engkau ridho mendapatkan kedudukan di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku ?” [HR. Al-Bukhari no. 4416 dan Muslim no. 2404].
Lihat kemuliaan yang didapat oleh Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, yang kemulian ini ditulis dibuku-buku keutamaan para sahabat. Hal ini karena beliau sangat ingin mendapatkan keutamaan jihad perang tabuk tetapi beliau berkorban untuk kepentingan umum.

Tapi sholat ‘idul fithri kan hukumnya wajib?
Memang menurut pendapat terkuat hukumnya adalah wajib, bagi mereka yang tidak bisa ikut sholat ‘ied demi kepentingan umat hadist berikut menjadi jawabannya. Dari Abu Huroiroh radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau  bersabda,
لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ الْمُؤَذِّنَ فَيُقِيمَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا يَؤُمُّ النَّاسَ ثُمَّ آخُذَ شُعَلًا مِنْ نَارٍ فَأُحَرِّقَ عَلَى مَنْ لَا يَخْرُجُ إِلَى الصَّلَاةِ بَعْدُ
“Sungguh aku sangat ingin memerintahkan sholat untuk didirikan, lalu aku perintahkan seorang laki-laki untuk mengimami orang-orang. Kemudian, aku berangkat bersama beberapa orang laki-laki dengan membawa beberapa ikat kayu bakar kepada orang-orang yang tidak ikut sholat, lalu aku bakar rumah mereka dengan api tersebut.[HR. Al-Bukhori no.2420, Muslim no.651]

Berkata Ibnu Hajar Al-‘Asqolaniy rahimahullah menjelaskan hadist ini,
لَيْسَتْ بِهِمْ عِلَّةٌ دَلَالَةٌ عَلَى أَنَّ الْأَعْذَارَ تُبِيحُ التَّخَلُّفَ عَنِ الْجَمَاعَةِ وَلَوْ قُلْنَا إِنَّهَا فَرْضٌ وَكَذَا الْجُمُعَةُ وَفِيهِ الرُّخْصَةُ لِلْإِمَامِ أَوْ نَائِبِهِ فِي تَرْكِ الْجَمَاعَةِ لِأَجْلِ إِخْرَاجِ مَنْ يَسْتَخْفِي فِي بَيْتِهِ وَيَتْرُكُهَا
“Tidak ada alasan yang menunjukkan adanya ‘udzur meninggalkan sholat berjama’ah -sendainya kita katakan fardhu-  dan demikian juga sholat jumat, terdapat rukhsoh/keringanan bagi imam atau wakilnya untuk meninggalkan sholat berjama’ah untuk mengeluarkan orang-orang yang bersembunyi dirumahnya dan meninggalkan sholat berjama’ah.” [Fathul bari l 2/ 130, Darul Ma’rifah Bierut, Asy-Syamilah]
Jadi boleh meninggalkan seatu kewajiban demi kepentingan orang banyak dan syari’at, sebagaimana yang dilakukan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan beberapa orang yang meninggalkan kewajiban sholat berjama’ah untuk membakar rumah orang-orang yang tidak menunaikan kewajiban sholat berjama’ah.

Niat bisa sama dengan pahala melakukan
Mungkin yang tidak bisa melaksanaan sholat ‘ied khawatir tidak mendapat pahala sholat ‘ied, maka perhatikan hadist berikut,
عَنْ أَبِي كَبْشَةَ الْأَنَّمَارِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّمَا الدُّنْيَا لِأَرْبَعَةِ نَفَرٍ: عَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَعِلْمًا فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَيَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَفْضَلِ الْمَنَازِلِ وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ عِلْمًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالًا فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ يَقُولُ لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ
Dari Abu Kabsyah Al-Anmari rodhiyallohu ‘anhu, bahwa dia mendengar Rasululloh sholallohu ‘alaihi wassallam bersabda: “Sesungguhnya dunia itu untuk 4 orang: Hamba yang Alloh berikan rizqi kepadanya berupa harta (dari jalan yang halal) dan ilmu (agama Islam), kemudian dia bertaqwa kepada Robbnya pada rizqi itu (harta dan ilmu), dia berbuat baik kepada kerabatnya dengan rizqinya, dan dia mengetahui hak bagi Alloh padanya. Maka hamba ini berada pada kedudukan yang paling utama (di sisi Alloh). Hamba yang Alloh berikan rizqi kepadanya berupa ilmu, namun Dia tidak memberikan rizqi berupa harta, dia memiliki niat yang baik. Dia mengatakan: “Seandainya aku memiliki harta aku akan berbuat seperti perbuatan Si Fulan (orang pertama yang melakukan kebaikan itu)”. Maka dia (dibalas) dengan niatnya (yang baik), pahala keduanya (orang pertama dan kedua) sama. [HR. Tirmidzi, no: 2325; Ibnu Majah, no: 4228; Ahmad 4/230-231, no: 17570; dll, Dishohihkan Syaikh Al-Albani di dalam Shohih Sunan Ibni Majah, no: 3406]

Jadi apabila seorang dokter, perawat, polisi, tentara, satpam dan lain-lain yang tidak bisa melakukan suatu amalan tertentu dengan niat demi kemaslahatan sya’riat dan kepentingan orang banyak. Maka ia mendapatkan pahala sebagaimana pahala melaksanakannya.

Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in. Walamdulillahi robbil ‘alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar