Bab Membaca Ta’awudz dan Basmalah
1.
Ta’awudz dibaca pelan baik makmum, imam, maupun orang yang shalat sendirian dan
dibaca sebelum membaca Al-fatihah (sesudah membaca doa iftitah)
2.
Ta’awudz dibaca pada setiap rakaat shalat. Demikian menurut pendapat yang lebih
benar dalam madzhab Syafi’i. Dan ini berdasarkan firman Allah yang artinya: “Jika
kamu hendak membaca al Qur’an maka mintalah perlindungan kepada Allah dari
setan yang terkutuk.” (QS. An Nahl: 98)
3.
Macam-macam bacaan ta’awudz:
Bacaan Ta’awudz jenis pertama
أَعُوذُ
بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ ، مِنْ هَمْزِهِ و نَفْخِهِ وَ نَفْثِهِ
A-’uudzu bil-laahi minas
syai-thaanir ra-jiim min ham-zihii wa naf-khi-hii wa naf-tsih (HR. Abu Daud dan disahihkan Al Albani).
BacaanTa’awudz jenis kedua
أَعُوذُ بِاللَّهِ السَّمِيعِ
الْعَلِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ
A-’uudzu bil-laahis samii-’il
‘a-lii-mi minas syai-thaa-nir ra-jiim min hamzi-hii wa naf-khi-hii wa naf-tsih (HR. Turmudzi dan disahihkan Al Albani).
4.
Setelah membaca ta’awudl, beliau membaca basmalah dengan suara lirih,
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ
(HR. Bukhari dan Muslim).
Kesalahan
bacaan sholat terkait membaca ta’awudz dan basmalah
1.
Tidak membaca ta’awudz pada setiap rakaat
2.
Membaca ta’awudz sebelum takbiratul ihram (sebelum mulai shalat).
Padahal yang benar, ta’awudl dibaca SEBELUM membaca Al Fatihah bukan sebelum
memulai shalat.
3.
Selalu mengeraskan bacaan basmalah ketika menjadi imam. Karena menurut
riwayat yang shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca basmalah
dengan suara lirih.
Sedangkan riwayat yang
menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca
basmalah dengan keras adalah riwayat yang lemah, sehingga tidak bisa dijadikan
dalil.syaikhul Islam mengatakan: “Senantiasa mengeraskan bacaan basmalah
(ketika menjadi imam) adalah bid’ah, menyelisihi petunjuk Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Sedangkan hadis-hadis yang secara tegas menyebutkan
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengeraskan bacaan
basmalah adalah hadis palsu.” (Taudlihul Ahkam 2/194).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar